Banyak kalangan dosen dewasa ini membincangkan prestasi akademik segelintir mahasiswa yag dilabeli aktivis. "Dulu zaman saya aktivis IPnya rata-rata 3,5" ujar Arikha, yang sekarang aktif di Fatayat NU dan penasehat di ANNISWA. Memang, sulit dipungkiri jika prestasi segelintir mahasiswa itu kalah benderang dibanding mahasiswa puritan, akademisi.
Lantas kalau sudah ada sedikit fakta seperti itu, mau dan mampukah para aktivis tersebut memperbaiki citra yang terlanjur hancur? Penulis beranggapan bahwa hal ini besar kemungkinan dampak semangat berorganisasi mahasiswa dari tahun-ketahun semakin menurun tingkat pasion mahasiswa dalam berorganisasi. Setahu penulis, ada yang janggal di angkatan 2012, mereka seolah menjadi generasi penghambat. membuat roda organisasi kampus seret, macet. Lihat saja datanya, USC yang langganan dipenuhi anggota baru tahun ini hanya mampu merekrut 10 atlet. LPM IDEA pun setali tiga uang, selain dari Monash, anak 2012 terlihat, memprihatinkan.
Pertama, mungkin ada yang salah di generasi termuda Ushuluddin ini. Entah apa, mingkon karena mereka merasa terbuang atau memang mereka adalah buangan. bukankah untuk mengatasi hal ini sudah di doktrin diawal dengan kalimat sakti "Selamat, kalian tersesat dijalan yang benar." kedua, sudah cerdaskah lembaga HMJ dan UKM memfasilitasi wadah pengembangan bakat untuk mereka? atau mereka sudah tidak percaya dengan tahapan yang dieluh-eluhkan senior, proses. mereka malah mendewakan ijazah, mengidamkan HSS yang bergelimang angka A dengan apatis kepada lingkungan sekitar.apa generasi ini adalah generasi yang paling pintar? yang sudah tahu bahwa bergelut di dunia organisasi apapun tidak akan membantu apapun, malah mempora-porandakan kuliah. kuliah berantakan dari aspek nilai banyak dianggap sebagai pengkhianatan kepada orang tua. maka, tameng aktivis untuk menghadapi hal itu tentu saja lirik suci mereka dalam darah juang "bunda, relakan darah juang kami."
Lalu, masalahnya adalah paham kemunafikan akan nilai akademis yang diusung menjadi sebuah ideologi oleh beberapa golongan berjalan mulus.
Mereka yang
menaifkan bahwa barometer prestasi perkuliahan bukan nilai akademis, lebih
bangga dengan hasil karya diluar dunia perkuliahan. tapi, apakah layak seperti
itu, meskipun bukan menjadi barometer tunggal, setidaknya mereka harus mawas
diri, mau tidak mau, sebagai mahasiswa nilai juga harus diperhatikan. claim
dosen pada aktivis membutuhkan resistence, perlawanan. strategi perlawanan yang
paling tepat adalah berjudi dengan all-in, menaruhkan semua yang ada. saat para
aktivis yang selama ini jadi sorotan sudah mampu mengimbangi akademisi dan
kerja organisasi, tak khayal kesekeptisan kaum akademisi akan luntur. para
aktivis akan kembali dipandang dengan dua mata, tak lagi dengan sebelah saja.
melawan skeptis dengan prestasi bersama.
Abdul Rasyid, Ikamaru Semarang,angkatan 2011.
Terimakasih atas kunjungan anda....