BREAKING NEWS
Search

BUKALAH ROKMU UNTUK KEMAJUAN BANGSA



Barangkali, siapa pun yang mendengar atau membaca secara sepintas judul di atas, tentutunya pikirannya akan tergiring menuju lubang di mana kita pernah dikeluarkan dari situ. Namun yang saya mengerti, memek itu ya lubang untuk mengeluarkan bayi. Sebenarnya banyak fungsinya, namun tak enak jika dibahas dan dikupas secara mendalam, hanya bisa dirasakan saja memang sebenarnya.

Sejujurnya membahasa masalah memek, pikiran saya melayang ke seluruh penjuru arah. Bagaimana bentuk memek? Bagaimana rasa jika memek itu dipegang? Dan masih banyak lagi pikiran yang tidak bisa saya utarakan di sini. Saya sempat bingung, dengan diskusi tempo hari, di mana kami mulanya membahas masalah sastra wangi. Beberapa dari kami saling beradu argumen mengenai asal muasal sastra wangi, siapa tokohnya, dan juga karakteristiknya. Sampai-sampai pada titik kesepakatan, bahwa sastra wangi mengandung nilai kevulgaran –saya tidak menggunakan kata porno--. Sehingga mau tidak mau, ada salah satu dari kami –cewek dari kelompok diskusi saya-- yang menyeloteh tentang memek.

Pertama kalinya saya kira, ada sesuatu tentang ****knya, huss. Namun apa, memang saya yang bodoh dan keterbelakangan pengetahuan. Bagaimana tidak, memek ternyata salah satu judul cerpen budayawa keren, Putu Wijaya. Memek, rasanya asyik sekali judul cerpen tersebut. Mendengar pertama, saya kira cerpen tersebut full parno, dalam bahasa plesetannya. Eh, ternyata saya jatuh ke lubang yang salah, --memang kalau belum tahu secara pasti dilarang untuk berpikir negatif-- memek yang ditulis oleh budayawan top tersebut sarat ribuan makna dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.

Cerpen tersebut berkisah tentang seorang anak kecil yang terus bertanya tentang lubang yang dimiliki oleh seorang wanita. Pertama ia bertanya kepada neneknya, namun jawaban yang diberikan neneknya malah membuat anak kecil tersebut menjadi semakin bingung, bahkan neneknya memarhi ibu anak kecil tersebut, supaya mendidik anaknya dengan baik.

Tampaknya anak ini terlahir dengan sifat kritis yang tidak diketahui darimana asalnya. Anak tersebut kembali bertanya kepada bapak dan ibunya, bahkan tidak hanya sekadar bertanya apa itu memek, melainkan bagaimana bentuk memek. Sama halnya dengan nenek, jawaban bapak ibunya membuat anak kecil nan polos itu menjadi tambah gamang. Ia terus bertanya kepada ibunya, lagi-lagi bukan jawaban yang menuntaskan pertanyaannya yang ia dapatkan, melainkan sebuah ancaman tidak akan mendapatkan uang saku jika masih bertanya terkait persoalan memek tersebut.

Biasanya anak kecil akan mundur perang jika ancamannya uang jajan dipotong. Namun aneh juga dengan anak kecil yang rasa keingintahuannya kuat ini. Pagi hari ketika ibunya menjagongi tamu-tamunya, tiba-tiba anaknya nyelonong ke ruang tamu, dan dengan tegas menanyakan hal yang sama dengan sebelumnya. Semua yang ada dalam ruang tamu tersebut --kecuali ibunya—terwatawa dan tentunya melongo. Ibunya hanya terdiam, bahkan sudah stadium malu campur marah tingkat kronis. Beberapa tamunya menyarankan agar anaknya segera dibawa ke rumah sakit jiwa, ya,, mereka mengira anak kecil ini mengidap sakit jiwa, alias sinting.

Singkat cerita, tidak ada jawaban yang menuntaskan rasa ingin tahu dan pertanyaannya. Ia menanyakan kepada gurunya, berharap guru yang senantiasa mengjarinya setiap hari tersebut bisa membantunya menyelesaikan persoalan yang terus berputar dalam benak keingintahuannya. Benar saja, guru selalu memberi pencerahan kepada muridnya. Dan terjawab sudah semua kegamangan yang menyelimuti anak kecil tersebut.

Dari paparan singkat cerpen di atas, tentunya sangat menarik jika dikaji lebih dalam lagi. Lantas timbullah beberapa pertanyaan. Bagaimana pendidikan yang baik itu? Apakah salah jika seorang anak menanyakan sesuatu yang belum ia tahu? Apakah benar orang tua melarang anaknya untuk menanyakan hal-hal yang dianggap tabu? Jika kemungkinan besar hal itu terjadi, apakah pengaruhnya dengan pertumbuhan anak? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang muncul. Namun dalam pembahasan kali ini, saya akan lebih condong pada pembahasan mengenai pola pikir anak dalam masa pertumbuhannya.

Berbicara pola pikir sebenarnya tergantung orang tua dan lingkungan. Contohnya, agama yang dianut oleh anak-anak, mungkin contohnya tidak usah terlalu jauh. Saya akan mencontohkan diri saya pribadi, sejak kecil saya mengaku orang Islam, makanya saya mengerjakan apa yang diajarkan oleh Islam. Namun jika mau mengakui, sebenarnya saya sendiri masih bingung dengan Islam yang tengah saya peluk dan sangat saya yakini saat ini. Bisa dikatakan, Islam saya adalah Islam turunan. Kemungkinan besar jika saya terlahir dikeluarga Katolik misalnya, mungkin saya akan menjadi Katolik. Seperti itulah pendidikan anak sangat dipengaruhi oleh orang tuanya.

Kembali lagi ke anak kecil yang terus bertanya mengenai barang yang dianggap tidak pantas jika diucapkan oleh anak kecil. Pikiran yang semacam ini mungkin masih membudaya di bebrapa kalangan orang tua di seluruh penjuru negeri ini. Sehingga, jika ada anak yang menayakan hal-hal yang berbau ke-intim-an, para orang tua akan memberikan sebuah jawaban yang tidak menjawab pertanyaan, melainkan pengalihan pemahaman. Hal itu yang bisa membuat tumbuh kembang pikiran anak akan terganggu. Misalkan ada seorang anak laki-laki bertanya kepada ayahnya, “Yah, tadi saya mandi bersama ibu, tapi ibu kok ada lubangnya, sedangkan punya saya kok tidak?”  Ayahnya kaget, kemudian menjawab, “Besok kalau kamu sudah dewasa akan mengerti nak.”

“Tapi kata ibu, saya keluar dari sana,” Tanya anaknya penasaran.

“Pokoknya, masalah itu kamu belum waktunya paham,” kata ayahnya.

Kemudian singkat cerita, ayah dan ibunya sedang berhubungan suami istri dalam kamar. Kemudian si anak kecil tadi tiba-tiba masuk.

Kok punya ayah tidak sama dengan punya ibu, katanya kalau sudah  dewasa akan berubah menjadi seperti milik ibu?” Tanya anaknya.

Sontak ayahnya glagapan mendengar penuturan anaknya tersebut. Tidak dinasehati secara baik-baik, ayahnya malah memarahinya habis-habisan. Dan pada akirnya anak tersebut akan mencari jawaban untuk menjawab rasa penasarannya tersebut. Jika jatuh pada tangan yang salah, maka anak itu juga berpotensi jatuh pada jalan yang salah pula. Bahkan, adanya kekerasan, pemerkosaan, dan pelanggaran HAM yang lainnya sebenarnya bermula pada pendidikan dalam rumahnya yang salah.

Mungkin pendidikan di Indonesia perlu berkaca kepada cerpen  Cak Putu tersebut. Seharusnya tidak lagi berkutat dengan teori-teori, atau yang paling ironis terjebak dalam paradigma moralitas yang “katanya” baik. Bahwa anak kecil dilarang membahas masalah yang tabu.

Meski begitu, gagasan yang saya paparkan di atas juga berpotensi ke ranah negatif. Namanya juga orang banyak. Bisa saja, ada anak yang berbahaya jika masalah seksualitas diajarkan secara leterlek. Kembali lagi, namanya juga manusia.

Banyak sekali yang pandai akan teori-teri, semisal fisika, ekonomi, dsb. Tapi apa sumbangsih yang diberikan kepada negara, yang fisika bisa menciptakan bumi sendiri (misalkan), yang ahli biologi bisa menciptakan manusia yang unik, yang kimia bisa membuat ramuan anti kebodohan (agar tingkat kebodohan di Endonesa sedikit terkurangi). Namun apa kenyataannya? Sangat sulit sekali ditemukan hal seperti itu. Rata-rata bangsa ini hanya bisa sebatas teori semata, alias OMDO.

Memang penting menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang baik dan benar. Namun alangkah lebih baiknya jika dijelaskan dengan  perilaku. Maka mulai sekarang, jika ditanya “Apa memek itu?” maka segeralah buka rok Anda, agar semuanya tahu! bukalah rokmu untuk kemajuan bangsa.


Ibil Ar-Rambany






nanomag

Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum | Progresif, Beramal Ilmy, Ilmu Amaly


0 thoughts on “BUKALAH ROKMU UNTUK KEMAJUAN BANGSA

    Terimakasih atas kunjungan anda....