BREAKING NEWS
Search

RAMADHAN 'oh' RAMADHAN

Di antara dua belas bulan yang ada, Ramadhan terhitung bulan yang paling istemewa. Ia begitu dipuja muslim di seluruh penjuru dunia. Begitu disucikan dengan lantunan ayat Al-Qur’an tiap malam, diagungkan dengan aneka tahniah yang kadang berlebihan, dan dimuliakan dengan euphoria tarawih sekaligus beduk sahur. Namun di sisi lain, Ramadhan justru dibenci oleh sebagian mereka yang tentunya tidak tahan lapar dan para aktivis cinta terkait operasional kegiatan pacarannya, he!


Secara kolosal, hadirnya ramadhan kenyataannya mampu merubah kebiasaan hidup sehari-hari umat yang tersebar di berbagai tempat. Baik diberbagai negara, perkotaan, hingga menyentuh level akar rumput sebagai mana di desa. Ini yang kemudian menjadikan |Ramadhan dipahami bukan hanya sekadar ritus tahunan rutin belaka. Meskipun puasa bulan |Ramadhan terhitung ibadah pribadi, tapi ketika dilakukan secara rame-rame, maka hal ini dapat menjadi fenomena sosial-budaya yang berdampak pada sisi-sisi kehidupan lainnya.


Bandingkan dengan ibadah puasa sunnah senin-kamis, meski sama-sama menahan lapar dan tentunya hanya dilakukan segelintir orang, maka puasa sunnah senin-kamis tidak punya nilai publikasi maupun popularitas sebagaimana ibadah puasa |Ramadhan yang tidak bisa dijadikan alat pemenuh target-target duniawi selain ibadah.


Ramadhan datang dengan penuh wibawa membawa ajaran-ajaran sucinya. Ramadhan melarang manusia untuk membicarakan kejelekan orang lain di  muka umum, memerintahkan sabar menghadapi cobaan, dan menyeru giat beramal daripada membual. Sementara rakyat yang tingggal jauh dari keramaian kota, miskin kesan elit dan intelek sudah mabuk sembahyang di mushola masing-masing.


Catatan I: Puasa Ramadhan menjadi alat memanipulasi kebenaran bagi yang berkepentingan. Tak jauh dari dunia hiburan, mereka yang bergerak dalam profesi industri pertelevisian, para makelar musiman acara-acara ramadhan pun bersorak gembira “marhaban ya ramadhan!”. Memanipulasi para artis secara tiba-tiba seakan mereka patut menjadi panutan dan telah melakukan tobat massal dalam waktu sekejap. Tubuh mereka yang seksi dan sintal pun harus rela dibalut rapat jilbab dan baju koko. “alim benar mereka!” seru pemirsa.


Maka drama-drama bernuansa masjid dan mushola diudarakan ke seluruh kota hingga ke pelosok desa. Para dai-dai dadakan serempak menghiasi layar kaca dan musholla-musholla. Tak perlu alim, asal bahasannya menarik, bisa menggelakkan tawa, dan mampu menghafal satu-dua ayat suci maupun -hadist yang pendek saja –juga serban membalut leher –maka ia jadi dai berwibawa seakan sangat paham agama.


Bagi mereka yang suka bercinta, ramadhan bisa dijadikan alasan sekaligus kesempatan untuk melakukan pertemuan dibalut dengan momen yang istimewa, tanpa harus takut kehilangan waktu untuk saling berbagi kasih. Tidak heran jika menjelang buka tiba, tempat-tempat jajanan semisal warung makan lesehan menjadi tempat favorit bertatap muka dengan sang kekasih.


Catatan II: Ramadhan adalah pemakluman. Sebagaimana hadist Nabi, “Barang siapa bersuka cita akan datangnya Ramadhan, maka haram jasadnya masuk neraka.” Para mahasiswa pun menyambutnya dengan penuh gembira. Terutama yang menyangkut masalah keuangan, Ta’jil sana-sini dan melimpahnya buka-an di masjid-masjid jelas mampu menghemat pengeluaran sehari-hari.


Di sisi lain, hal ini kadang banyak disalah-pahami, legitimasi atas pemakluman sekaligus pembenaran bagi para mahasiswa untuk bermalas-malasan, tidur sepanjang hari, dan pewajaran untuk tidak masuk kuliah menjadi hal yang dirasa lumrah. Dalilnya “naumu as shaaim ‘ibadatun”. Maka beribadahlah kita semua dengan khusyu’nya. Beribadah yang murah, mudah, dan tak bikin lelah,uh……..


Oleh mereka yang  sebelumnya selalu vokal atas segala bentuk ketidak-adilan dan penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah. Maka, tampaknya ramadhan dapat menjadi kendala yang dapat mereduksi agresifitas para mahasiswa maupun nalar kritis untuk tidak melakukan aksi demonstrasi terhadap segala bentuk permasalahan yang dialami negeri ini. Ramadhan menjadi ruang bernafas lega sejenak bagi pemerintah dari hujatan para aktivis demonstran yang malas turun ke jalan. Maklum puasa, kalau perut lapar mulut pun tak kuasa berkoar, bukan begitu Pak ? he…he……


Demikianlah, Ramadhan lebih dari sekedar ibadah hamba pada Tuhannya. Ia telah merambah ranah sosial masyarakat. Tidak bisa tidak, ia terjebak pada jerat-jerat tradisi insting buatan manusia. Apalagi jika hal ini dihadapkan pada realitas cara keber-agama-an masyarakat kita yang plural dan fluktuatif. Tidak selalu monoton pada semangat tinggi dalam beribadah dan pakem agama, dan tidak selalu lembek  menganggap urusan agama adalah hal yang permisif sekaligus digampangkan.


Bagaimanapun juga, cara keber-agama-an masyarakat kita mempunyai karakter yang unik dan selalu banyak pilihan. Hal ini yang menjadi modal penting bagi masyarakat ini terhindar dari logika naïf dalam memahami agama, seperti islamisme militan dan radikalisme pemikiran yang memandang banyak hal dengan perspektif sempit dan serba hitam-putih. Sehingga sikap toleran pun tercipta diantara kita semua, saling menghargai dalam perbedaan, dan selalu berusaha menciptakan suasana harmonis. Waallahu a’lam bishoab.


Fairuz Ad-Dailami

Tulisan ini pernah dimuat di Buletin INSTITUT Edisi Pertama


TAG

nanomag

Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum | Progresif, Beramal Ilmy, Ilmu Amaly


0 thoughts on “RAMADHAN 'oh' RAMADHAN

    Terimakasih atas kunjungan anda....