“Hati-hati
Alfi nanti kena virus lho.”
“Maksud Bapak apa?”
“Itu
lho samping kamu kan virus, ati-ati aja Alfi, hahahaha.”
Percakapan itu masih terngiang dalam
Alfi, percakapan singkat bersama kepala sekolahnya lima tahun yang lalu membuat
Alfi penasaran dan mencoba mencari jawaban, tapi jawaban tersebut sebenarnya
sudah ada di depan mata saat itu, hanya saja prasangka baik Alfi masih kuat
terhadap sahabatnya.
Jarak memisahkan Alfi dengan dewi
seorang sahabat yang cantik, pintar, ceria dan baik hati itu, mereka
masing-masing tinggal dipesantren yang berbeda, namun dewi masih dekat dengan
rumah sedangkan Alfi jauh dari rumah. Meskipun begitu saat liburan mereka tetap
masih bertemu dan bertukar cerita.
“Kita
harus bersyukur diberi kesehatan,”Kata ayah alfi dengan serius ,ketika alfi
dirumah liburan Hari Raya Idul Fitri
“Iya
Yah,sehat itu nikmat yang luar biasa” sambung Alfi
“Sedih
sekali kalau ingat Dewi teman kamu, kemarin ibunya cerita sama ayah sampai
menangis, Dewi sekarang tidak sekolah lagi, dia juga tidak mondok, dia
sakit-sakitan, bahkan katanya dokter bilang hidupnya tidak akan bertahan
lama”cerita Ayah Alfi.
“Innalillahiwainnailaihi
rojiun, sahabatku itu sakit apa Yah? Aku tidak mau kehilangan sahabatku lagi,
setelah kepergian Umi kemarin Yah,besok Alfi ke rumah Dewi, boleh ya?
“Iya
ayah tidak tahu, kematian itu rahasia Allah, belum tentu yang dikatakan dokter
benar Alfi, doakan saja sahabatmu itu segera sehat, iya besok Alfi jenguk Dewi
aja”
Sebelum datang ke rumah Dewi, tak
sengaja Alfi bertemu dengan Dewi di pasar, mereka terlihat bahagia bisa
bertemu. Dewi tak menunjukkan rasa sakitnya, dia terlihat begitu sehat, ceria,
masih seperti dulu. Alfi pun agak bingung, namun dia tetap tersenyum dan
menyimak cerita sahabatnya itu dengan seksama,
“Alfi
aku gak enak ni sama April”cerita Dewi
“Kenapa
Dewi kok gak enak?”
“Iya
,kamu masih ingat Agus gak? Adik kelas kita itu? Nah sekarang dia itu
jadi………..” Dewi sambil tersenyum.
“Cowok
kamu maksudnya? Dewi kamu sadar gak sih? Dia kan adik kelas kita, nakal lagi, kamu
masih aja ya begitu,aduh Dewi-Dewi” Alfi terheran.
“Iya
Alfi, kamu kayak gak tahu aku aja si” tanggap Dewi.
Meskipun pulang dengan rasa
kebingungan, Alfi juga merasa bahagia ,karena sahabatnya itu terlihat baik-baik
saja, dan ternyata waktu liburan itu telah habis, Alfi harus berangkat lagi ke
pondok namun dia tak sempat berpamitan kepada Dewi.
Tiga tahun sudah Alfi menuntut ilmu di
sebuah pesantren yang sarat akan keilmuan agama dan dunianya, banyak rintangan
telah dia hadapi, ujian sekolah dan pondok pun telah selesai, tiba saatanya dia
berbahagia karena hari ini adalah hari dimana dia dan temanya melaksanakan
ritual sacral peasntren, wisuda. Seluruh keluarga Alfi datang untuk menyaksikan
dia diwisuda, di sela-sela kebahagianya itu dia teringat akan sahabatnya
dirumah.
“Ibu,
Dewi sekarang udah sekolah lagi kan?” Tanya Alfi
“Sekarang
Dewi udah tinggal jauh, gak di rumah lagi?” Jawab ibu Alfi
Alfi pun penasaran bercampur rasa
takut, dia teringat cerita ayahnya tentang kesehatan Dewi,
“Maksud
ibu apa ?Dewi dipondokin lagi ya bu? Kan
Ayahnya kiyai pasti pengenya anaknya pintar agama ,iya kan bu?”Tanya Alfi tak
sabar.
“Bukan
sayang, Dewi sekarang di Sumatera dia sudah punya suami” jawab ibu Alfi.
Alfi tercengang dia tidak percaya
dengan semua yang terjadi terhadap sahabatnya itu, Dewi gadis cantik itu
ternyata terjebak dalam pergaulan yang tidak benar,dia tidak sanggup membawa
nama baik ayah dan keluarganya yang dipandang sebagai keluarga terpandang di
daerahnya, sekarang dia harus menanggung semuanya, tinggal jauh dari
keluarganya di Jawa.
Dewi
dinikahkan karena dia hamil dengan Agus di luar nikah, sebenarnya Agus mau
bertanggung jawab namun Ayah Dewi tidak merestui mereka, bahkan Dewi pun diusir
dari rumah, untungnya ada pamannya yang peduli dan berbaik hati kemudian
menikahkan Dewi dengan salah satu santrinya. Inilah jalan yang harus dijalani Dewi,
semenjak menikah dia tinggal di Sumatera dan tak pernah pulang, Alfi pun belum
bisa menghubungi Dewi karena keluarganya benar-benar mengasingkannya. Alfi tak
bisa membanyangkan betapa hancurnya Dewi, ditambah lagi keputusan keluarga Dewi
untuk memisahkan Dewi dengan anaknya
untuk mengahapus memori Dewi tentang Agus.
Alfi melihat foto-foto dia bersama
Dewi, dia tidak menyangka pertemuan lebaran kemarin adalah pertemuan terakhir
dia dan sahabatnya itu, sampai tak tau kapan dia bisa bertemu lagi, tak terasa
Alfi meneteskan air mata dan menuliskan sesuatu untuk Dewi:
“ Kini aku mengerti
dan terjawab sudah pertanyaanku tentang
percakapan singkat kita dengan Pak Soleh dulu yang membuat aku bingung dan
penasaran. Dewi andaikan waktu bisa ku putar kembali, akan aku genggam erat
tanganmu , ku yakinkan dirimu untuk melangkah bersama, berjalan bersama,
mengukir cita bersaama demi masa depan kita, kan ku katakan ikutlah denganku
menuntut ilmu di pesantren RAUDLATUL ULUM itu akan lebih indah,namun semua sudah terjadi, biarlah
ini jadi pelajaran untuk dirimu dan yang lainya termasuk aku, aku hanya bisa
mendoakanmu semoga kau menjadi lebih baik, kau tetaplah sahabatku.”
Lutfia
Kusuma Sari
Terimakasih atas kunjungan anda....