Rencana
Mendiknas untuk mengurangi kecurangan saat UN, dengan membuat 20 soal yang
berbeda. Rencana baru tersebut tampaknya membawakan hasil, yaitu
pendistribusibusian soal yang kalang-kabut dan berdampak pada diundurnya UN
tahun ini di beberapa provinsi.
Pengunduran
jadwal ini terjadi di 11 provinsi, yakni di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat. Dikarenakan salah satu perusahaan
percetakan dari enam perusahaan yang memenangkan tender soal UN, mengalami
keterlambatan dalam pengiriman soal UN ke daerah-daerah. Ialah PT. GHALIA
INDONESIA, pihaknya mengaku bahwa pembuatan soal sudah selesai jauh-jauh hari,
namun yang membuat terlambat adalah pada saat pengepakan soal-soal.
Seperti
yang diberitakan KOMPAS beberapa hari lalu, kejadian ini ditanggapi beragam
oleh peserta ujian, ada yang menjadikan kejadian ini sebagai berkah, dan ada
juga yang kecewa. Para siswa yang kecewa, mereka merasa telah mempersiapkan ini
jauh-jauh hari, malah diundur begitu saja. Siswa yang menganggap kejadian ini
sebagai berkah, beranggapan bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk belajar
lagi dan mengisi waktu mereka untuk mengambil kursus agar lebih siap menghadapi
ujian.
Kejadian
ini tidak hanya membuat para siswa kecewa, namun juga para guru. Mereka khawatir
kejadian ini akan mempengaruhi mental murid-murid mereka. Bagaikan pasangan
calon suami-istri yang sudah mempersiapkan pernikahan berbulan-bulan lamanya,
lalu dibatalkan begitu saja gara-gara sesuatu yang sepele, mungkin analogi
sederhananya seperti itu.
Ujian
Nasional yang harusnya dilaksanakan serempak di seluruh Indonesia, kini hanya
terlaksana di Indonesia bagian barat dan timur. Jika kenyataannya seperti ini,
seharusnya istilah ujian nasional
diubah menjadi ujian regional.
Bagaimana, setuju ?
Ujian
susulan ini juga rawan berpotensi kecurangan, karena soal ujian sama dengan
soal yang dikerjakan sebelumnya. Bisa saja terjadi kasus seperti soal dibocorkan,
dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, atau malah yang parah diperjual-belikan.
Ini menimbulkan prasangka dari berbagai pihak, juga kecemburuan bagi para siswa
yang mengerjakan ujian terlebih dahulu.
Untuk
menanggulangi berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, Mendiknas dirasa perlu
membuat naskah soal baru agar berbeda dengan soal sebelumnya, sebagai
pertimbangan stabilitas publik. Selain itu, pemerintah harus mengonsep
matang-matang sistem yang mereka buat, agar tak ada lagi kejadian di tahun depn
yang serupa.
Nah akhirnya, jika
persiapan Ujian nasional setiap tahunnya tidak semakin baik dan akibat dari
Ujian nasional malah menjadi momok menakutkan bagi pelajar. Ada baiknya kita
menimbang pendapat dari ibu Badariyah Fayumi. “UN membuat semua pihak tertekan.
Apalagi, setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda sehingga akan sulit
mengukur kemampuan anak dari UN semata. "UN merupakan bentuk kekerasan
struktural yang dilakukan negara.”
M.
Ridwan Zain
Terimakasih atas kunjungan anda....