BREAKING NEWS
Search

Ksatria (ala) TNI



Nasib negara hukum kini diambang kehancuran. Setidaknya, spekulasi inilah yang sedang berkembang di masyarakat saat ini. Setelah rentetan kekerasan selama beberapa tahun terakhir mencuat dipermukaan, pertikaian di Aceh, Maluku, Papua, Ambon dan lain-lain. Akhir-akhir ini, masyarakat disuguhi drama penyerangan Lapas Kelas II B Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta oleh 11 anggota Kopassus.

Sebelas pasukan membawa 6 senjata api dari markas pelatihan di Gunung Lawu, yaitu 3 jenis senjata AK-47, 2 pucuk AK-47 replika, dan satu pucuk pistol SIG Sauer replika.

Tindakan anarkis yang merenggut nyawa empat tahanan --Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi dan Yohanes Juan Manbait-- Lapas itu dilatarbelakangi pembunuhan Sersan Satu Santosa (anggota Kopassus) di Hugo’s Café. Aksi  anggota Kopassus ini dianggap telah menggoreskan tinta hitam bagi penegak hukum di Indonesia.

Para penegak hukum yang seharusnya menjaga ketertiban dan keamanan negara, malah berbuat sebaliknya, menerjang hukum, menghalalkan pelbagai upaya demi membela rasa kehormatan satuan. Meskipun begitu, dengan alibi apapun, tindakan main hakim sendiri dan menghilangkan nyawa orang lain tidak bisa dibenarkan.

Adalah menarik dari peristiwa ini, ketika Brigjen TNI Unggul Yudhoyono, dalam konferensi pers di Jakarta mengatakan, “Bahwa secara kesatria dan dilandasi kejujuran serta tanggung jawab, serangan LP Cebongan, Sleman, pada 23 Maret 2013 pukul 00.15 WIB diakui dilakukan oleh oknum anggota TNI AD, dalam hal ini Grup 2 Kopassus Kartasura yang mengakibatkan terbunuhnya empat tahanan," (Kompas, 7 April, 2013) pernyataan singkat itu, seolah-olah membuka pemahaman kita tentang kehidupan TNI. bahwa, masyarakat sejatinya mengapresiasi jiwa kesatuan yang anggota TNI miliki, karena, masyarakat kini mulai kehilangan jati diri sebagai NKRI. Namun perlu digarisbawahi, pelanggaran hukum –oleh aparat penegak hukum-- yang mengancam keselamatan dan ketertiban umum, idealnya harus mendapat perhatian khusus, dalam artian, Mahkamah Militer harus transparan menyajikan proses hukum kepada masyarakat, serta Mabes TNI tidak bisa mempengaruhi Mahkamah Militer dalam persidangan.

Selebihnya, terkesan absurd. Bahwa, dalam perjalanan mentasbihkan sebagai seorang ksatria membunuhi orang tak berdaya tanpa persenjataan, main keroyok menodongkan senjata, menyerang malam hari serta melarikan diri setelah mengeksekusi. Lantas, saya mulai bingung, dimana jiwa ksatria? Mungkinkah ksatria main keroyok? Apakah yang dimaksud dengan ksatria dalam “sesuluh” Mahabharata persis seperti yang dilakukan anggota TNI? atau ksatria modern memang sewajarnya bertindak seperti itu?

Sekadar mengingatkan, dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang tugas pokok TNI. Di dalam prinsipnya, pertama, menegakkan kedaulatan Negara. TNI yang selama ini digadang-gadang akan menjadi sentral pengamanan kedaulatan Negara, tidak seharusnya membuat onar yang pada prinsipnya, atau dalam perjalanannya akan mengancam kedaulatan Negara. kedua, mempertahankan keutuhan wilayah. Persatuan yang selama ini dipertahankan para pemimpin Negara dengan segala cara sejatinya, dilestarikan. Jangan sampai, hadiah yang tak ternilai ini hilang dari bumi tercinta. ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.  Merupakan tugas mulia jikalau TNI bersungguh-sungguh menjalankan aturan sebagaimana mestinya. Tetapi, sebuah ironi jika TNI melakukan tindakan yang sebaliknya.

Akhirnya saya setuju dengan Putu Setia ditulisannya yang berjudul (Kesatria, Tempo, 7 April 2013) dalam tulisan yang singkat, nyentrik sekaligus kritis itu, ia –Putu Setia-- berujar “setuju premanisme diberantas. Bukankah itu sudah diperintahkan Presiden kepada Kapolri? Masak, saya tak setuju. Tetapi haruskah memberantas itu dengan cara-cara kekerasan, main dor? Hukum haruslah menjadi payung dalam pemberantasan itu”

Sudah barang tentu masyarakat ingin hukum ditindak sebagaimana mestinya, tidak peduli itu anggota TNI : sebagai salah satu penegak hukum. Yang perlu dipertegas adalah, jelas di Negara ini tidak ada satu orang atau instansi manapun yang kebal oleh hukum.

Ditengah suasana skeptisme yang kini mendera masyarakat Indonesia terhadap aparat penegak hukum. Tentu penanganan tepat akan menjadi pemicu pandangan masyarakat selanjutnya, masyarakat akan semakin ragu atau berangsur membaik. Apabila penanganan terhadap kasus ini terbuka dan adil, bisa saja hal ini menjadi moment memperbaiki citra nama instansi terkait. Akan tetapi, jikalau penegak hukum bertindak sesuai keinginan mereka –tidak sesuai hukum— tanpa mematuhi aturan, maka bisa dipastikan masyarakat akan merasa dikhianati terhadap negaranya sendiri. Upaya memperbaiki sistem secara holistik akan membawa angin segar bagi hilangnya  kepercayaan publik yang mulai tak acuh ini.

Moch. Abdul Kholiq




TAG

nanomag

Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum | Progresif, Beramal Ilmy, Ilmu Amaly


0 thoughts on “Ksatria (ala) TNI

    Terimakasih atas kunjungan anda....