Judul buku : Teori Poitik Islam
Judul asli : An-nazhariyatu as-siyasatul-islamiyah
Penerbit : Gema Insani Press
Tahun
terbit : 2001
ISBN : 979-561-661-7
Halaman
buku : 320
Membicarakan tentang politik islam
tentunya kita akan dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang mendasar, seperti
apakah sistem poitik islam itu? Apakah seperti ketika Nabi memimpin umat islam
di Madinah, atau seperti ketika era khulafa ar-Rasidin? Ataukah seperti ketika
dinasti Umaiyah dan Abbasiyah, atau malah seperti Negara Republik Indonesia
yang dengan penduduk mayoritas islam, menempatkan idiologi bangsanya pada Pancasila,
hasil dari Piagam Jakarta yang seperti pada masa Nabi menggunakan Piagam Madina
sebagai landasan perdamaian sosial masyarakat, atau juga islam hanya sebagai agama dakwah
yang tidak memeiliki sistem politik apapun, namun sejarah telah mencatat bahwa
pada zaman dahulu islam pernah ada Negara islam yang jaya, dengan wilayah yang
sangat luas, menjadi pusat perhatian dunia dengan kemajuan di bidang keilmuan,
teknologi, dan kemiliteran yang tidak diragukan lagi oleh eropa dan dunia saat
itu.
Penulisdalam buku ini memberikan
pandangan tentang bagaimanakah sistem politik islam itu sendiri, diawali dari pembahasan pembentukan Negara
islam, kelahiran teori-teori islam, sampai lahirnya firqah-firqah (sekte-sekte), awal munculnya partai-partai,
pembahasan tentang teori-teori syi’ah, hingga lahirnya Muktazilah. Hakiakat
imamah antara keimamahan, kekhalifahan, dan kerajaan. Dan pandangan islam
tentang institusi pemerintahan. Pada pertengahan buku ini, penulis membahas
tentang kontrak politik dan berbagai permasalahanya, dengan memeberikan
pandangan teori-teori kontrak social dari buku karangan Rosseau yang berjudul Le Contrat Social. Islam telah lama
mengenal kontrak sosial jauh sebelum lahirnya Rosseau, dan telah di buktikan
pada masa kekhalifahan diperiode khulfaur Rasyidin yang dipilih berdasarkan
bai’at.
Selanjutnya penulis menjabarkan
tentang syarat-syarat bedirinya sebuah Negara, kepabilitas dan otoritas
kekuasaan dengan menjelaskan syarat-syarat yang harus di miliki dari seorang
gubernur dan menteri antara lain, berilmu dengan kualifikasi Ijtihad, mengetahui
ilmu politik, perang, dan Administrasi, kondisi jiwa dan raga baik, berlaku
adil dan berakhlak mulia, memiliki kualifikasi kepemimipinan yang penuh seperti:
muslim, bebas, laki-laki berakal, dan dari keturunan yang baik. Kemudian
membahas tentang kewajiban-kewajiban umum warga Negara.
Penulis juga memberikan gambaran
umum tentang Sitem Pemerintahan Islam yang dikutip dari Ibnu Khaldun yang
membagi tugas-tugas yang harus dilakukan oleh Negara kedalam dua rancangan,
antara lain rancangan keagamaan dan rancngan kekuasaan (politik dan
administrasi) pada halaman 263.
Pada bab terakhir penulis membahas
tentang Prinsip Dasar Negara Islam, pertama
keadilan, persamaan di hadpan hukum, keadilan dan pembangunan, dan keadilan
bagi kalangan minoritas. Dasar kedua
dari sistem kenegaraan islam ialah syura,
sistem kenegaraan yang dianjurkan oleh Allah SWT adalah syura (musyawarah). Dan yang menjadi prinsip ketiga dalam pemerintahan islam menurut penulis buku ialah tanggung
jawab pemimipin, selama imam atau pemimpin berpegang teguh pada perintah allah
dan memimpin atas dasar keadilan, melaksanakan segala hukum yang ada, dan konsekuensi
terhadap hukum dalam pelaksanaanya serta selalu menjaga amanat kepemimpinan.
Penulis juga mengajak pembaca untuk
membahas Islam dan demokrasi, topik yang sampai saat ini masih menjadi kajian
para pemikir yaitu, pendefinisian antara Islam dan demokrasi. Jika yang
dimaksud dengan demokrasi adalah seperti adanya konsep politik, atau konsep sosial
teertentu, misalnya konsep persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan dalam
akidah, mewujudkan keadilan sosial dan lainya, maka pada dasarnya pada sistem
islam berusaha untuk merealisasikan keadilan yang mutlak dalam bentuknya yang
paling sempurna.
Pada akhir pembahasan ini penulis
memberikan jawaban atas pertanyaan, sipak pemilik kedaulatan dalam konstitusi
modern pada Negara Islam? Sistem islam
sebenarnya tidak sinonom dengan system pemerintahan apapun, dalam system islam
seorang pemimpin bukanlah pemilik kedulatan, karena Islam bukan sistem
autokrasi, bukan pendeta (agamawan) karena islam bukan system autokrasi, islam
juga bukan undang-undang semata, karena bukan system nomokrasi, dan bukan pada
umat (rakyat) semata, karena islam tidak hanya demokrasi. Sistem pemerintahan
islam menyerahkan kedaulatan pada dua hal yang saling bersatu dan saling
berhubungan. Dua hal itu ialah umat (rakyat) dan undang-undang atau syariat
islam.
Umat dan syariatlah secara
bersama-sama pemilik kedaulatan dalam Negara Islam. Siste ini dapat disifati
general sebagai demokrasi, humanis, universal, religious, morallis, ruhiyah,
dan materialis secara sekaligus. Dan penulis buku ini memyebut sisten
pemerintahan ini dengan: Demokrasi Islam.
Faqih
Noerswantoro
Terimakasih atas kunjungan anda....