BREAKING NEWS
Search

“PENDIDIKAN BUTUH AKSI NYATA”


Beberapa hari lalu sebagian besar rakyat Indonesia khususnya pelajar dan mahasiswa telah menikmati libur sejenak untuk memperingati hari pendidikan nasional, hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei mempunyai arti penting bagi merangkaknya pendidikan di Indonesia dari mulai titik nol sampai kepada titik puncak yang belum mampu ditafsirkan seberapa tinggi puncak kemajuan pendidikan tersebut di Indonesia, sehingga alangkah tepatnya ketika 2 Mei dijadikan sebagai hari pendidikan dan sebagai penambah untuk memperbanyak hari libur nasional di Indonesia. Hari pendidikan nasional mempunyai warna tersendiri dalam penyelenggaraannya di setiap tahun oleh para masyarakat sebagai objek dan sekaligus subjek pendidikan itu sendiri, dari mulai mengadakan perayaan-perayaan tertentu seperti mengadakan perlombaan-perlombaan bahkan ada pula yang mengadakan aksi turun jalan, aksi yang terlihat sangat profan dengan perkembangan pendidikan di Indonesia yang pada dasarnya menuntut seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta dalam menunaikan kewajiban pendidikan. Perayaan pendidikan yang seharusnya dihargai dan digunakan sebagai titik tolak untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia menjadi sangat masif ketika dibenturkan dengan kenyataan bahwasanya kesadaran akan kemunduran pendidikan di Indonesia hanya dilakukan dengan melakukan aksi protes tanpa melakukan aksi nyata yang berujung pada perbaikan dalam sektor pendidikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya kemunduran pendidikan di Indonesia kian merosot dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kenyataan kegagalan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional dengan lancar, manipulasi sertifikasi guru yang tak terdeteksi, dana bos yang tak kunjung turun dan pengembangan kurikulum baru yang begitu prematur dan minim dalam persiapan menjadi landasan kuat untuk melakukan justifikasi lemahnya peraturan dan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Ketika aksi turun jalan dilandaskan atas dasar pembelaan akan hal itu maka aksi turun jalan tidak lagi akan dianggap sebagai hal yang profan namun merupakan suatu hal yang perlu dan butuh pembelaan atas semua suara yang diserukan.

Aksi-aksi yang dilakukan baik yang bersifat seporadis maupun humanis dalam bidang pendidikan sering kali melibatkan suatu permasalahan yang menuntut pemerintah untuk menghilangkan campur tangannya dalam mengatur sistem dan tatanan pendidikan serta terkait dengan liberalisasi dalam ranah pendidikan itu sendiri, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut seakan menutupi kewajiban setiap individu khususnya sebagai massa aksi dalam kontribusinya di bidang pendidikan, selain itu permasalahan-permasalahan tersebut juga menutupi hal-hal yang lebih penting yang tidak hanya akan merugikan calon-calon terdidik namun juga telah menjamah kepada kemaslahatan kaum-kaum pendidik seperti bantuan operasinal, gaji guru, tunjangan dan lain sebagainya.

Sistem dan tatanan pendidikan serta kecenderungan dalam liberalisasi pendidikan tidak semerta-merta di anggap suatu hal yang tidak penting, bahkan hal tersebut adalah hal terpenting kaitannya dengan kelanjutan kehidupan dan paradigma intelektual para peserta didik, namun aplikasi dari sistem dan tatanan pendidikan bukanlah melulu dari pemerintah, bahkan pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk itu, tapi lebih kepada masyarakat khususnya kaum terdidik untuk memberikan dan mengaplikasikan sistem pendidikan yang di anggap lebih layak daripada sistem yang diajukan oleh pemerintah bahkan lebih terlihat seksi apabila pendidikan tersebut dapat berjalan seiring dengan program pemerintah atas pendidikan itu sendiri. Ketika massa aksi sadar akan hal tersebut dan mampu mengaplikasikan sehingga menjadi berguna bagi kelangsungan kehidupan anak didik maka aksi tersebut akan lebih terlihat nyata daripada harus buang-buang waktu untuk mengkritisi dan mencoba membuka telinga pemerintah yang mestinya kian perih dan terlihat kian menyempit.

Seperti halnya yang dilakukan oleh para relawan yang bergabung dalam komunitas “YRBK Kagem (yayasan rumah belajar kreatif kaki gunung merapi)” yang mempunyai markas berupa gazebo kecil yang terletak di perumahan MPR Desa Sardono Harjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Para relawan ini sadar akan pentingnya pendidikan transformatif yang tidak hanya masif dan menimbulkan kejenuhan bagi para peserta didik, sehingga relawan-relawan ini menyajikan pendidikan yang tidak hanya di anggap oleh para peserta didik sebagai sesuatu yang harus di capai namun menjadikan pendidikan seolah-olah telah menjadi teman bagi mereka dengan memberikan hal-hal unik dan menarik serta tidak hanya memberikan materi-materi yang bersifat teks book saja seperti Matematika, IPA, IPS dan lain sebagainya, relawan ini juga memberikan pelatihan-pelatihan yang menarik bagi para peserta didiknya seperti pelatihan menari, membaca puisi, membuat roket air, membuat pembatas buku dan hal-hal menarik lainnya.

Komunitas yang digawangi oleh Ibu Susi Farid yang rela melepas predikat pegawai negrinya demi kemajuan pendidikan ini tidak hanya mengedepankan aksi protes yang tak berdasar pada aksi nyata sehingga terlihat masif, namun komunitas ini adalah representasi nyata dari aksi protes terhadap sosok pendidikan yang tak mampu mengayomi dan memberikan payung bagi para peserta didik ketika mereka dihujani dengan berbagai masalah dan hambatan dalam melakukan proses pembelajaran, tentunya hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang sia-sia karena dengan sangat nyata telah memberikan kontribusi bagi perkembangan pendidikan di Indonesia yang sangat antusias ingin menjawab tantangan zaman.


Muhammad Najih (Ikamaru Jogja, angkatan 2011)


TAG

nanomag

Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum | Progresif, Beramal Ilmy, Ilmu Amaly


0 thoughts on ““PENDIDIKAN BUTUH AKSI NYATA”

    Terimakasih atas kunjungan anda....