Bulan ramadhan atau orang Jawa
sering menyebutnya dengan wulan poso adalah bulan yang penuh berkah.
Berkah dalam ratusan, ribuan, atau bahkan tak terhitung perwujudannya. Ya,
tergantung personal masing-masing menemukan berkah tersebut, mungkin
orang-orang yang cerdas yang akan dengan mudah menemukan berkah dalam setiap
keadaan dalam situasi apapun.
Bagi mahasiswa sendiri, bulan
ramadlan memang benar-benar bulan yang penuh berkah, apalagi tatkala Sang Surya
melangkah menuju barat dan merekah mega merah di dinding langit berkah akan
semakin manyapa para mahasiswa yang cerdas memanfaatkan kesempatan baik itu.
Begini, dari tadi sepertinya aku
mengatan suatu hal yang tidak berujung dan terkesan membingungkan. Barangkali aku hanya ingin bercerita mengenai
kegitan mahasiswa kampusku dalam memanfaatkan bulan suci nan penuh berkah ini.
Tapi sepertinya jika aku
bercerita, tulisan ini akan sangat panjang. Oke, aku hanya akan menulis
intisari berkah Ramadlan untuk para mahaiswa:
Saat bulan puasa tiba, biasanya
mahasiswa akan sedikit menghemat uang saku. Kenapa? Karena masjid-masjid di
sini selalu menyediakan ta’jil atau makanan untuk berbuka bagi para jamaah
masjid. Eh, mungkin bahasa yang lebih tepatnya bukan “jamaah” masjid, melainkan
orang yang hanya sekadar duduk rileks --barangkali—juga tetap mendapatkan santapan
buka gratis. Jadi, setiap maghrib setidaknya bisa menghemat 10.000 untuk
membeli makanan buka.
Sehingga sangatlah populer
istilah PPT (Para Pencari Ta’jil) di kampusku ini. PPT ini juga beragam, ada
PPT yang model kurikulum SMP (Sehabis Makan Pergi), SMU (Sehabis Makan Udud),
ada juga yang menganut ideologi RSJ (Rampung Sikat Jama’ah), dan masih banyak
genre lain yang tidak bisa kusebutkan. Hehehe
Melihat hal demikian aku sediki
geli dan pikiranku terbang ke mana-mana.
Aku berpikir, saat bulan puasa Masjid seperti restoran, warteg, (atau dengan
sebutan lainnya), sedangkan mahasiswa adalah pembeli yang bisa dengan bebas
memilah dan memilih warung makan yang mereka sukai.
Unik memang, setiap masjid
menawarkan makanan yang berbeda-beda dan hal inilah yang biasanya sangat
disukai mahasiswa. Mahasiswa bisa dengan bebas memilih masjid mana untuk melepas
lapar dan dahaganya setelah seharian “ngempet”. Sepertinya benar yang telah
mengatakan “mahasiswa adalah agen perubahan”, mahasiswa bisa merubah masjid
yang sepi menjadi –ya setidaknya—terlihat ramai.
Terlepas dari itu semua, kita
patut mengapresiasi setiap masjid yang menyediakan makanan dan minuman untuk
berbuka tersebut, karena dengan demikianlah msjid yang biasanya lengang bisa
tiba-tiba menjadi ramai, meskipun iklimnya sebatas “umat-umatan”. Barangkali
hal yang demikian adalah sebuah upaya dari pihak pengurus masjid untuk menarik
perhatian para jama’ah, barangkali.
Kalo dipikir-pikir, mana berkahnya? hauhauhau
Ibil Ar-Rambany
Terimakasih atas kunjungan anda....