Eksistensi sebuah organisasi ditentukan oleh tiga hal. Pertama, anggota yang mandiri dan memiliki
tujuan bersama untuk membangun sebuah organisasi yang kuat dan solid. Kedua, Sebuah wiayah atau ranah. Ketiga, Kepimpinan untuk menjalankan amanat
serta tujuan dari sebuah organisasi itu sendiri.
Mengingat betapa sulit dan pahitnya membentuk
sebuah organisasi yang mandiri, diakui, bermartabat dan dihormati, oleh karena
itu dibutuhkan poros yang sangat kuat dan roda yang bulat guna menjaga kereta
organisasi tetap berjalan sesuai yang diharapkan kusir. Dengan begitu
kusir sebagi representasi dari ideologi akan mudah
menjadi penentu keberhasilan yang diidam-idamkan bersama.
Dalam kenyataan tahun-tahun ini, kita telah kehilangan prasarat
utama sebuah organisasi. Yaitu, kesatuan akibat pelbagai kegiatan yang gagal
dan tak terencana, dan kita pun kehilangan sosok kepemimpinan yang tidak hanya
dirasakan oleh pihak senior namun juga oleh anggota kepengurusan sendiri.
Dan beginilah Jika sudah menyangkut orang banyak, kekecewaan akan
menjadi kekuatan pendorong bagi munculnya people
power, sebuah reformasi. Tinggal bagaimana pemimpin
menyikapi arti semangat reformasi ini, apakah pembenahan yang dibutuhkan atau
sebaliknya. Apakah itu mungkin karena kurang kompaknya para antar anggota sekarang dibandingkan dengan yang sebelumnya? Pada
tahun-tahun sebelumnya, ketua IKAMARU dibantu sejumlah organisatoris yang
visioner. Muhammad jazuli misalnya, dia adalah wakil presiden BEMF fakultas Syariah dan
Hukum, Muhammad Sofwan presiden BEMJ Manjemen, Ulin Nuha ketua komisariat PMII
ekonomi, dan lain sebagainya. Berbeda
dengan sekarang yang minus dari kesertaan praktisi-praktisi seperti sebelumnya.
Terlepas dari semua itu, siapapun yang memimpin IKAMARU sekarang,
niscaya menghadapi berbagai kompleksitas persoalan. pertama, secara empiris, problem kontekstual itu terbentang mulai
dari persoalan ideologi sampai praksis. Pilihan perubahan yang menekankan
reformasi sebagai cara, tampaknya tidaklah disepakati secara luas, secara
konseptual, barangkali tidak ada masalah. Namun begitu menyangkut sisi
operasional dan konsekuesi perubahan maka menjadi lain permasalahannya. Dan
cenderung memicu disharmoni.
Kedua, ekspetasi organisasi
yang semakin tinggi berkat kemajuan pengalaman yang mewadahi dan tuntutan
kemandirian. Peran sejarah berdirinya organisasi dan media sangat besar dalam
melakukan pendidikan politik kini. Sehingga vacum-nya
kegiatan telah menjadi disharmoni yang kasat mata. Untung yang muncul hanyalah ketidakpuasan sebagai
elemen inspiratif. Kanalisasi aspirasi masih dapat dilakukan demi menjaga
harmoni tersebut-atau yang terjadi adalah penggulingan kepemimpinan-.
Ketiga, memang betul
manajemen persoalan organisasi tidak dapat diseleseikan hanya oleh seorang
pemimpin. Setiap anggota terlibat dan memberi kontribusi positif terhadap keberhasilan
kepemimpinan. Bila kontribusi anggota minim maka stagnansi yang selalu terjadi
akan berujung pada resesi/kemalasan berorganisasi.
Catatan penulis mengenai kinerja IKAMARU selama ini, IKAMARU hanya
menyeleseikan persoalan secara reaktif, tidak terencana. Kalau tidak ada
kasus,semuanya diseleseikan secara business
as usual. Contoh keberadaan basecamp yang selalu berpindah-pindah,
kegagalan briefing di YPRU, dan yang terakhir adalah SK kepengurusan yang
tertahan selama berbulan-bulan.
Mengingat begitu kompleksnya persoalan, sangat
baik jika pemimpin menetapkan skala prioritas dalam penanganannya. Hal itu dimaksudkan
untuk memberikan fokus kepada setiap masalah. selain itu, dengan cara ini pula,
seluruh progam IKAMARU dapat dilakukan secara terintregasi, efesien dan
efektif.
Mustinya, dalam situasi yang tidak mudah seperti sekarang, adalah
peran orang tua yang berpengalaman sangat dibutuhkan. Dengan demikian, fungsi
kedekatan emosional ini akan menentukan arah IKAMARU selanjutnya. Jika para
penasihat ataupun orang-tua dan pertimbanganya meyakini kekuatan harmoni, maka yang
dapat dilakukan akan lebih dari sekedar reinventing
the wheel. Wallahu alam.
Miftahul Huda
Tulisan ini ditrbitkan di buletin Suyuthi Institut Edisi ke-2
Tulisan ini ditrbitkan di buletin Suyuthi Institut Edisi ke-2
Terimakasih atas kunjungan anda....