BREAKING NEWS
Search

Menakar Kembali Arti ‘Eksistensi’ IKAMARU



Eksistensi. Kadang-kadang, kita perlu untuk sebuah eksistensi. Namun, saat eksistensi keblabasan ujung-ujungnya malah chauvinisme.

Dalam beberapa bulan terakhir ini, penulis sering ngobrol bahkan sering terlibat dalam agenda  mahasiswa yang mengatasnamakan Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum (IKAMARU). Ada dua catatan penting yang diharapkan menjadi bahan evaluasi ke depan.
Pertama, mahasiswa yang terlibat di IKAMARU hanya menganggap keluarga kecil tanpa ada perspektif persatuan gerakan yang bisa mengubah kondisi kampus menjadi lebih maju atau sesuai dengan esensinya sebagai penggodok tenaga ahli yang akan memberikan pengabdiannya pada masyarakat.

Kedua, IKAMARU semakin sempit dalam memandang sebuah eksistensi. Mereka masih terjebak pada eksistensi yang menitikberatkan pada tataran belajar organisasi. Meski mereka masih menganggap jika organisasi mereka diinjak, mereka merasa terusik dan balas menginjak bahkan menggasak siapapun yang mengusik. Namun, tidak sebaliknya, jika negeri ini diusik, mereka masih duduk manis seolah tak ada beban. 

Penulis meyakini, bencana paling besar dalam sejarah mahasiswa adalah eksistensi yang menekan individualistik mereka. Mereka sudah lupa bergerak bersama-sama. Mereka sudah lupa dengan arti perjuangan, mereka tidak sadar bahwa sampai hari ini kita masih dijajah negara asing dari berbagai sektor.

IKAMARU kiranya belajar kembali bagaimana kesetiaan kalangan pesantren terhadap visi kebangsaan Indonesia. Dalam persiapan kemerdekaan Indonesia misalnya, tokoh NU-lah yang langsung terlibat dalam pelbagai perjuangan, antara lain KH. Wahid Hasyim dan KH. Masjkur. Mereka adalah Founding Fathers (Bapak Pendiri) negeri ini, bersama Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan H. Agus Salim. Pun dalam deretan ini, dari Muhammadiyah terdapat KH Kahar Muzakkir dan KH Mas Mansur yang sama-sama berjuang untuk Indonesia.

Bung Karno pernah bilang, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Ucapan itu masih relevan ketika eksistensi keindonesiaan hari ini menghadapi banyak tantangan serius. 

Dengan modal sejarah yang gemilang dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut, alumni pesantren mestinya bisa berbuat banyak untuk turut membantu penyelesaian berbagai masalah pelik di negeri ini.


IKAMARU harus punya terobosan yang berbeda dari para pemimpin pesantren yang belakangan marak terlibat dalam politik praktis namun tidak banyak yang memiliki visi kebangsaan seperti para pendahulu mereka. Penulis berharap, pesantren melalui para kiai, santri dan alumninya di masa-masa mendatang dapat memainkan lagi peran kebangsaan seperti yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.

Don Jong
Wartawan Sindo Weekly 


TAG

nanomag

Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum | Progresif, Beramal Ilmy, Ilmu Amaly


0 thoughts on “Menakar Kembali Arti ‘Eksistensi’ IKAMARU

    Terimakasih atas kunjungan anda....