![]() |
Ikamaru Jakarta sedang berziarah di Makam Kiai Wahab Hasbullah, Tambak Beras, Jombang (25/7). |
Ikamarujakarta.com— Menjelang
Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Ikatan
Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum (IKAMARU) Cabang Jakarta dan Sekitarnya
menggelar acara ziarah di beberapa makam para tokoh pendiri NU, seperti Kiai
Hasyim Asyari Tebu Ireng, Kiai Wahab Hasbullah Tambak Beras, dan Bisri Syansuri
Denanyar, Jombang, Sabtu (25/7).
Selain niat ngalap
berkah dan mengisi masa libur, acara itu dimaksudkan untuk menjaga,
mengingat, dan meneruskan semangat juang para guru bangsa untuk menciptakan Islam
rahmatallilalmin dan Indonesia yang baldatun tahyyibatun wa rabbun
gahafur.
“Sebagai santri
Guyangan, kita mempunyai kewajiban untuk terus mengingat serta meneruskan ajaran
para kiai yang telah berjuang melawan penjajah, dan tentunya ikut ngurip-ngurip
tradisi beserta budaya Nahdlatul Ulama yang sudah sekian lama lestari di
Indonesia,” ujar sesepuh Ikamaru Jakarta sekaligus pemimpin rombongan
ziarah, Muhammad Sofwan.
Menurut lelaki
yang kini menjadi staf ahli salah satu anggota DPR-RI itu, generasi pesantren
seperti Ikamaru harus menjadi pionir dalam menciptakan kondisi sosial antar
umat yang harmonis. “Tidak ada lagi kekerasan mengatasnamakan agama. Makanya,
dengan ziarah seperti ini, semoga kita
dapat menyontoh para ulama yang luar biasa integritasnya dan mengajak kebaikan
dengan cinta, bukan senjata,” tambahnya.
Selain itu, di
era internet ini, menurut Sofwan, pemuda nahdliyin harus bisa beradaptasi dan
memanfaatkannya sebaik mungkin untuk kepentingan bangsa dan agama, tanpa
menghilangkan tradisi baik yang sudah ada. Hal tersebut ia nukil dari prinsip
yang dianut kaum NU, almuhafadotu ala qodim assholih, wal ahdu aljadid
alaslah.
Senada dengan
Sofwan, salah satu anggota Ikamaru Jakarta yang turut serta berziarah, Muhammad
Fahdi, mengaku senang dengan kegiatan spontanitas seperti
itu. Ia banyak belajar dari para tokoh yang diziarahi. “Kiai NU itu
woles. Hampir kesemuanya tak kaku dalam beragama, menghormati perbedaan, dan
yang terpenting nasionalis,” jelasnya.
“Bangsa yang
besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarah dan pahlawannya,” ujar Muham menirukan
Bung Karno. Bagi Pimpinan Patuna Cabang Pati tersebut, berziarah sama halnya
dengan mengingat pahlawan dan sejarahnya. Baginya, mempelajari tokoh berarti
mempelajari sejarah.
“Sebentar lagi
Muktamar NU ke-33. Sudah saatnya, meski tidak berada dalam kepengurusan, kita
sebagai pemuda harus senantiasa ikut serta membesarkan nama NU. Karena, menurut
Gus Dur, tanpa NU Indonesia ini jadi apa? Menjaga tradisi NU berarti ikut serta
membesarkan nama NU. Jika nama NU besar, maka bangsa ini ikut besar,” tutupnya.[] (Lala)
Terimakasih atas kunjungan anda....