Beberapa
waktu lalu saya membaca sebuah data yang membuat tercengang, terkejut. Data
tersebut mempresentasekan jumlah sebaran kekayaan yang dimiliki masyarakat di
Indonesia. Ternyata 85% kekayaan di Indonesia dimiliki oleh non muslim, dan
muslim hanya kebagian sebagian kecil, yakni 15% saja.
Sungguh
ironis bukan? Ketika kita ketahui bersama bahwa mayoritas masyarakat di Indonesia
adalah muslim, tapi ternyata hanya kebagian sebagian kecil kekayaan yang ada,
ini berarti banyak masyarakat muslim Indonesia yang miskin.
Lantas
timbul pertanyaan dalam hati, kenapa bisa demikian, dan bagaimana untuk
mengatasinya. Dan jawabannya adalah kesadaran, kesadaran umat islam indonesia
untuk menjadi kaya sungguh sangat rendah, hal ini terlihat dari data tersebut.
Untuk
itu, tampaknya cukup menarik untuk membumikan sebuah pertanyaan yakni menjadi Muslim
kaya, kenapa tidak? Kenapa tidak kita sebagai muslim ketika muda menjadi orang
yang kaya raya, ketika tua sejahtera, dan meninggal masuk surga. Indah bukan,
indah dibaca dan indah dibayangkan. Tapi ternyata tidak cukup indah dalam
kenyataan, sekali lagi karena kurang kesadaran.
Ya,
kesadaran. Bahwa sesungguhnya Islam menyuruh kita untuk menjadi muslim yang
kaya.
Dalam
sebuah ayat al-qur’an yang mempunyai arti ‘dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah sebanyak mungkin, supaya kamu beruntung’. Dari ayat tersebut
dapat kita ambil kesimpulan bahwa Allah SWT menyuruh kita mencari rezeki atau
dengan kata lain mencari kekayaan, menjadi orag yang kaya. Bukannya diam dan
hanya berpangku tangan.
Hal
ini, juga diperkuat dengan kita mengetahui kenapa kita disuruh menjadi kaya.
Sekarang, coba kembali kepada pelajaran yang diajarkan bapak-ibu guru kita
semenjak menginjak bangku sekolah dasar bahkan TK pun kita diajarkan, yakni
rukun Islam, di rukun Islam yang no. 3 kita ingat ada zakat, itu adalah
perintah, tapi bagaimana kita berzakat tanpa kita memiliki kekayaan,
jangan-jangan kita masuk ke dalam mustahik zakat, yang berhak menerima zakat.
Selain
itu ada perintah yang terakhir, no 5. Haji, bagaimana kita bisa melakukannya
tanpa kita menjadi muslim yang mampu terlebih dahulu. Tentu saja kita semua di
sini ingin bisa melakukan perintah-perintah ini. karena itu jadilah muslim yang
kaya.
Selanjutnya,
ada juga sunah nabi, yang menyatakan ath’imu tho’am, berilah makan, atau
dalam bahasa kita sehari-hari, traktirlah, teraktirlah teman-teman kita,
saudara-saudara kita, kerabat kita, tapi bagaimana kita melakukannya tanpa
memiliki kekayaan terlebih dahulu. Selain itu, washilul arham,
menyambung tali tali silaturrhim, jaman sekarang untuk menyambung tali
silaturahim apalagi untuk yang berjarak jauh, sangat diperlukan ongkos, yakni
uang bensin mapun ongkos transportasi lainnya, begitu juga dengan biaya pulsa
untuk selalu kita berkomunikasi dan menyambung tali silaturahim.
Jadi
jelas bukan, bahwa Islam menyuruh kita menjadi muslim yang kaya.
Selanjutnya,
timbul pertanyaan dalam hati saya, kenapa muslim selalu diidentikkan dengan
kemiskinan, kepapaan, dan kenapa kita miskin?
Ternyata
memang pemahaman agama yang salah, sedari kecil kita selalu dicekoki bahwa Islam
menyuruh kita sholat, puasa, pokoknya yang notabenenya ibadah saja, jarang
sekali guru-guru agama kita membawa kita ke wilayah bahwa Islam menyuruh kita
menjadi orang kaya, sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelumnya. Begitu
juga dengan kisah nabi kita Muhammad, kita hanya di masuki data bahwa nabi
muhammad adalah orang yang miskin dengan alasan zuhud, kehidupan nabi sebelum
diangkat menjadi nabi kurang begitu diekspose. Jadi kita dimasuki data bahwa
zuhud adalah miskin, padahal imam ghozali pernah berkata bahwa zuhud adalah
orang yang sudah memiliki dunia dan meninggalkannya dengan sadar, beda sekali
dengan miskin, yakni orang yang ditinggal dunia.
Dan
pula, tahukah berapa mahar yang diberikan Nabi Muhammad kepada Siti Khotijah,
yang beliau nikahi dalam umur 25 tahun? Jawabannya 100 ekor onta, jika
diuangkan sejumlah kurang lebih 1,2 milyar rupiah. Bayangkan saat berumur 25
tahun beliau sudah sekaya itu, dan sekali lagi data ini kurang diekspos. Padahal
beliau Nabi Muhammad adalah suri tauladan kita dalam segala tindak lakunya.
Dan
selanjutnya karena kita memiliki ciri-ciri orang miskin dalam kepribadian. Yang
mana hal tersebut ada dua hal, pertama tidak pernah bermimpi jadi orang kaya.
Bagaimana mau menjadi orang kaya, kalau bahkan memimpikannya saja tidak.
Bukankah kita akan berusaha mencapai apa yang kita benar-benar impikan, dan
usaha kita tidak akan dinilai sia-sia oleh Allah, maka tentu saja Allah akan
mengabulkan impian kita yang selalu menjadi doa dan usaha kita.
Yang
kedua adalah tidak ulet. Ya, kita selalu dengan kemalasan, maka mana mungkin
kita bisa menjadi orang kaya kalau kita sendiri tidak ulet menggapainya
sebagaimana keuletannya orang Cina maupun Jepang yang terkenal ulet dan rajin.
Untuk
itu yang perlu kita perbaiki adalah bermimpilah menjadi orang kaya dan uletlah.
Begitu
juga, setelah kita telah bermimpi dan berusaha untuk menjadi orang yang rajin
maka selanjutnya untuk menjadi kaya kita harus merekontruksi kehidupan
finansial kita, yakni memperbaiki kehidupan finansial kita.
Pertama
yang harus kita lakukan adalah, menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Ada quote
ataupun nasihat yang menarik dari orang-orang kaya bijak yang pernah saya
dengar ‘sebelum anda menjadi kaya, berlatihlah terlebih dahulu menjadi kaya’.
Karena
itu hiduplah sebagaimana orang kaya hidup, jika diawal sudah saya jelaskan
bahwa Islam menyuruh kita menjadi kaya karena memang disuruh untuk berzakat
ataupun bersedekah, mentraktir teman, menjalin tali silaturhim, maka lakukanlah
semenjak sekarang. Karena dengan begitu maka Allah akan melihat kita layak
untuk menjadi orang yang kaya, dan tentu saja kekayaan akan diberikan kepada
kita. Karena terkadang ada orang yang memang tidak layak menjadi kaya, dilihat
pola tingkahnya yang tidak mencerminkan orang kaya, pelit, tidak mau
bersedekah, dan lain sebagainya, padahal kita lihat, orang kaya itu biasanya
adalah orang yang dengan senang hati membantu sesama, tidak sungkan untuk
merelakan sebagian rezekinya untuk sesama. Karena itu tirulah orang kaya
semampu kita, karena banyak kemungkinan akan dianggap doa oleh Allah SWT. Dan
juga jangan terlalu berhamburan, karena orang kaya sejati tidak akan
menghamburkan kekayaan dengan hal-hal yang tak berarti. Dan Allah pun tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.
Kemudian
bergaullah dengan orang kaya, bukan bermaksud tamak, tapi belajar dari mereka,
paling tidak kita tahu bagaimana mereka bisa kaya. Bukankah ada quote
bergaul dengan penjual minyak kita akan tertular paling tidak wanginya, jadi
dengan bergaul dengan orang kaya, kita paling tidak tahu bagaimana menjadi
orang kaya, dan tertular kaya.
Terakhir, mulailah melakukan bisnis real, sebagaimana hadis nabi dan yang telah nabi lakukan, bahwa 9 dari 10 kekayaan itu berasal dari berdagang, berbisnis. Walau gagal berkali-kali, tak mengapa, tak ada kesuksesan yang diraih secara instan, tetap semangat menggapai cita untuk menjadi muslim yang kaya.
Setelah
kita mengetahui betapa Islam menyuruh kita menjadi muslim yang kaya, kenapa
kita selalu miskin, dan bagaimana untuk menggapai menjadi oang kaya. Tentu saja
itu semua tidak akan ada artinya tanpa kita memulainya dari diri sendiri,
sebagaimana firman Allah: Allah tidak akan pernah merubah seuatu kaum hingga
kaum itu mau merubah dirinya sendiri.
Karena
itu BERANI MENJADI MUSLIM YANG KAYA? Tentu saja kita ingin dan berani menjadi
muslim yang kaya...
Semoga
bermanfaat, wassalam.
Muhammad
Fahdi
Terimakasih atas kunjungan anda....